Skip to main content

Posts

Penghuni Indekos

Suara ribut dari depan kamarnya membuat tidur Nirwan terganggu. Setelah mengumpulkan seluruh kesadarannya, dia pun keluar kamar untuk melihat kegaduhan yang terjadi. “Lah, kamar ini udah ada penghuninya ternyata,” ucap remaja bercelana pendek warna cokelat selutut dan berkaos hitam lengan pendek. Dia mengucapkan sambil terus memainkan joystick di kedua tangannya. Dibandingkan dua orang lainnya, kulitnya terlihat lebih gelap. Namun, perawakannya terlihat tinggi. Di sampingnya juga duduk remaja dengan perawakan yang sama. Dia memakai celana training warna abu-abu dengan kaos warna senada. Kulitnya pun sama-sama sawo matang, hanya saja sedikit lebih cerah dibanding laki-laki berkaos hitam lengan pendek itu. “Sini, kenalan dulu,” sahut remaja yang juga bercelana pendek selutut, tetapi dia berkaos kuning lengan panjang. Kulitnya sangat cerah, seperti bukan orang asli Indonesia. Wajahnya pun terlihat paling muda di antara dua orang lainnya. Asumsi itu dikuatkan dengan postur tubuhnya yang te
Recent posts

Indekos Puri Kencana

Lalu-lalang kendaraan terus menjadi perhatian Nirwana Alfarizqi selama menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari rumahnya. Diperhatikannya kendaraan-kendaraan itu dari samping jendela, sambil terus memikirkan nasibnya selama satu tahun ke depan. Hari itu, dia memakai hoodie hijau tosca yang dipadukan dengan celana kain agak longgar berwarna putih. Hanya pindahan saja, tidak perlu terlalu rapi, pikirnya. Sesekali, dia juga menjawab pertanyaan dari Januar Permana -abangnya- yang sedang menyetir mobil. “Sebentar lagi kita sampai, Wan. Yakin nggak ada yang ketinggalan, kan?” tanya Janu. Pemuda yang mengenakan kaos hitam dengan celana pendek putih itu tampak santai mengendalikan kemudinya. “Nggak ada. Aman,” jawabnya dengan singkat. Perhatiannya dari lalu-lalang mobil sepertinya sedang tidak bisa diganggu. Dia saja menjawab pertanyaan Janu sambil terus mengarahkan pandangan ke jalan raya. Sesaat itu juga, mobil mereka memasuki Perumahan Puri Kencana. Kompleks perumahan itu dipenuhi rumah be

Ponpes di Malang yang Tidak Akan Pernah Berhenti Dibangun

Memasuki Gang Anggur dengan lebar sekitar satu meter, tampak bangunan megah dengan gaya perpaduan Timur Tengah, India, Eropa dan Tionghoa. Masyarakat umum banyak menyebutnya Masjid Tiban atau Masjid Jin yang berlokasi di Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang . Namun, bangunan tersebut sebenarnya Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah atau biasa disebut Ponpes Salafiyah Biba'a Fadlrah. Bangunan Ponpes (sumber:  Jawa Pos ) Bangunan itu awalnya rumah tinggal milik perintis, pendiri, pemilik, sekaligus pengasuh ponpes yang bernama Hadlratus Syaich Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam. Orang-orang, biasa memanggilnya Romo Kyai Ahmad. Karena banyak dijadikan sebagai tempat mempelajari Islam, pada 1978, bangunan itu diresmikan sebagai ponpes. Sejak saat itu, mulai ada pembangunan sedikit demi sedikit. Namun, bangunan masih belum permanen. Konstruksinya hanya menggunakan batu bata merah dan tanah liat. Seiring berja

Tiga Makna Kampung Gasek, Karang Besuki, Kota Malang

Sejak tahun 1987, permukiman di Desa Karang Besuki, termasuk Dusun Gasek memang mulai berkembang pesat. Lahan pertanian yang awalnya sangat luas perlahan dibangun ketika bergabung dengan wilayah administrasi Kota Malang. Penduduk yang mayoritas sebagai petani pun beralih profesi menjadi karyawan swasta maupun asisten rumah tangga. Setelah muncul Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2000 tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, Desa Karang Besuki surah resmi menjadi kelurahan. Oleh karena itu, penyebutan Dusun Gasek sudah diganti dengan Kampung Gasek yang melingkupi RW 6. Kampung Gasek dibagi menjadi 11 RT dan terdiri dari kurang lebih 700 KK. Dari hasil wawancara warga setempat, ahli sejarah, dan literatur, kata gasek memiliki tiga arti. Gasek = Kosek Kampung Gasek ditemukan sebelum masa penjajahan Belanda oleh Mbah Kusumodiarjo. Namun, warga banyak memanggilnya Sentonojati. “Namanya beliau itu bermacam-macam. Ada yang menyebut Kusumodiarjo, ada juga yang menyebut Senton

Zhang Hao, Melepas Karir Pengajar Demi Menjadi Idol di Korea

Zhang Hao Pre Debut Apapun yang Dia Lakukan, Hampir Selalu Menjadi Nomor Satu "Setiap orang pasti memiliki mimpi yang tidak realistis, tetapi tidak ada yang benar-benar mustahil. Jadi, saya hanya memutuskan untuk mencobanya, hingga bisa menjadi Zhang Hao yang sekarang." Tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang Zhang Hao, pemuda kelahiran 25 Juli 2000 yang terus memperjuangkan keinginannya berkarir di dunia musik. Sebelumnya, dia sudah pernah mendaftar di China University of Geosciences dengan program studi Geologi. Waktu itu, dia mendaftar hanya karena namanya yang terdengar bagus. Namun, seiring berjalannya waktu, dia menyadari jika program studi tersebut tidak sesuai keinginannya. "Jika kamu melakukan sesuatu yang tidak kamu sukai setiap hari, itu tidak berbeda dengan berjalan di atas kematian," ujarnya dalam unggahan di salah satu  media sosial . Akhirnya, dia memilih untuk kembali belajar dan menekuni musik. Tentu saja, saat itu cukup berat bagi Hao. "Saat

Galeri Mini

Pemandangan macet sudah umum di Kota Malang, terlebih ketika jam pulang kerja. Di tengah macetnya jalanan, nampak seorang laki-laki berjalan di trotoar. Kemudian, dia  menghentikan langkahnya kala melihat bilik berisi berbagai macam lukisan di antara jajaran ruko tepi jalan. "Andai tempat ini lebih besar, pasti sudah pantas disebut galeri lukis," ujarnya dalam hati. Wajar saja, berbagai macam aliran lukisan terpajang dengan rapi. Naturalisme, realisme, surealisme, bahkan abstrak pun ada di sana. Kakinya pun melangkah memasuki galeri mini itu. Penjaga laki-laki pun dengan ramah menyambutnya di dekat pintu layaknya resepsionis hotel atau rumah sakit. Di dalam sana, laki-laki berkaus putih dilapisi outer flanel kotak-kotak itu melihat sebuah tangga sebagai penghubung lantai dasar dengan lantai dua. Laki-laki itu naik ke atas usai meminta izin pada penjaga. Begitu tiba di lantai dua, mendadak, tubuhnya menggigil. Udara dingin seakan langsung masuk ke tubuhnya. Sejak di lantai

Tanaka Waterfall, Hidden Gem di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang

Tidak perlu jauh-jauh pergi ke Jepang demi menikmati keindahannya. Di Kabupaten Malang pun bisa merasakan nuasa otentik Negara Matahari Terbit tersebut. Tinggal datang ke Sumber Umbulan Tanaka atau Tanaka Waterfall yang terletak di  Dusun Arjomulyo, Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari. Tempat itu memang sengaja dirancang dengan ornamen-ornamen Jepang. Bukan tanpa alasan, pembuka lahan pertama kali di Dusun Arjomulyo itu memang berasal dari Jepang. Yakni Mitsuyuki Tanaka, tentara Jepang yang memimpin bedol desa pada 1942. Begitu memasuki Tanaka Waterfall, pengunjung akan disambut dengan aliran jernih sungai yang bermuara ke Bendungan Karangkates. Di aliran sungai dengan panjang sekitar 400 meter itu, terdapat beberapa jembatan yang juga dibuat seperti dengan corak khas Negeri Sakura. Tanaka Waterfall (dok. narasibiasa) Kemudian, di kanan dan kirinya terdapat gazebo untuk pengunjung menikmati hidangan yang dibeli dari kafe. Perancang Tanaka Waterfall Sudarmono mengatakan bahwa gazebo-gazeb