Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2023

Ponpes di Malang yang Tidak Akan Pernah Berhenti Dibangun

Memasuki Gang Anggur dengan lebar sekitar satu meter, tampak bangunan megah dengan gaya perpaduan Timur Tengah, India, Eropa dan Tionghoa. Masyarakat umum banyak menyebutnya Masjid Tiban atau Masjid Jin yang berlokasi di Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang . Namun, bangunan tersebut sebenarnya Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah atau biasa disebut Ponpes Salafiyah Biba'a Fadlrah. Bangunan Ponpes (sumber:  Jawa Pos ) Bangunan itu awalnya rumah tinggal milik perintis, pendiri, pemilik, sekaligus pengasuh ponpes yang bernama Hadlratus Syaich Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam. Orang-orang, biasa memanggilnya Romo Kyai Ahmad. Karena banyak dijadikan sebagai tempat mempelajari Islam, pada 1978, bangunan itu diresmikan sebagai ponpes. Sejak saat itu, mulai ada pembangunan sedikit demi sedikit. Namun, bangunan masih belum permanen. Konstruksinya hanya menggunakan batu bata merah dan tanah liat. Seiring berja

Tiga Makna Kampung Gasek, Karang Besuki, Kota Malang

Sejak tahun 1987, permukiman di Desa Karang Besuki, termasuk Dusun Gasek memang mulai berkembang pesat. Lahan pertanian yang awalnya sangat luas perlahan dibangun ketika bergabung dengan wilayah administrasi Kota Malang. Penduduk yang mayoritas sebagai petani pun beralih profesi menjadi karyawan swasta maupun asisten rumah tangga. Setelah muncul Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 12 Tahun 2000 tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, Desa Karang Besuki surah resmi menjadi kelurahan. Oleh karena itu, penyebutan Dusun Gasek sudah diganti dengan Kampung Gasek yang melingkupi RW 6. Kampung Gasek dibagi menjadi 11 RT dan terdiri dari kurang lebih 700 KK. Dari hasil wawancara warga setempat, ahli sejarah, dan literatur, kata gasek memiliki tiga arti. Gasek = Kosek Kampung Gasek ditemukan sebelum masa penjajahan Belanda oleh Mbah Kusumodiarjo. Namun, warga banyak memanggilnya Sentonojati. “Namanya beliau itu bermacam-macam. Ada yang menyebut Kusumodiarjo, ada juga yang menyebut Senton